Saya mengenal lagi seorang ibu yang hebat selain mama saya yang bercita-cita menjadi pengusaha. Kami berdua cukup akrab (menurut penerawangan saya >.<), sehingga timbul rasa sayang di dalam hati ini. Suatu hari ibu yang hebat bercerita, setelah menikah tak ada yang setampan almarhum suaminya, tak ada yang segagah beliau, dan beliau adalah yang terbaik. Kurenungi kalimat itu baik-baik. Alangkah indahnya bentuk kesetiaan.
Saya menjadi teringat kisah “Pangeran Kecil” . Judul asli bukunya “Le Petit Prince”. Pangeran kecil dari planet B 612 berkelana ke planet-planet lain. Tak luput juga dia mengunjungi bumi yang menurut sang geografer memiliki reputasi bagus.
Pangeran kecil kemudian pergi melihat, “Kalian sama sekali tidak seperti mawarku” katanya kepada mereka “Kalian tidak berarti apa-apa. Tak seorang pun menjinakkan kalian, dan kalian juga tidak menjinakkan siapapun. Kalian seperti rubahku sebelum ini. Waktu itu dia hanya sekadar rubah, seperti seratus ribu rubah lainnya. Tetapi aku membuatnya menjadi temanku, dan sekarang dia unik di dunia ini.”
“Kalian cantik sekali, tetapi kalian hampa.”
“Tak ada orang yang bersedia mati untuk kalian. Tentu saja, orang yang sekadar lewat akan mengira mawarku sama persis seperti kalian. Tetapi mawarku walaupun cuma setangkai jauh lebih berarti dari kalian semua, karena dialah yang kusirami. Karena dialah yang kututup dengan kubah kaca. Karena dialah yang kulindungi dengan tabir. Karena dialah yang ulat-ulatnya kubunuh (kecuali dua atau tiga yang kami biarkan hidup agar menjadi kupu-kupu). Karena dialah yang kudengarkan, waktu dia mengeluh atau menyombongkan diri, atau ketika dia cuma membisu. Karena dia mawarku.”
Setelah itu si rubah memberikan suatu rahasia “Kau hanya bisa melihat jelas dengan hatimu. Hal yang penting tak terlihat oleh mata.”
“Waktu yang kau habiskan untuk mawarmu lah yang membuat mawarmu begitu penting.”
“manusia sudah melupakan kebenaran ini,”
“Tetapi kau tak boleh lupa. Kau harus bertanggung jawab, selamanya, atas apa yang telah kau jinakkan. Kau bertanggung jawab atas mawarmu.”
Ibu yang hebat, saya merasakan kasih sayang yang kau punya untuk almarhum suamimu, setelah tiga puluh tahun lebih hidup bersama. Tak lain, karena saat ini saya mulai merasakan kasih sayang yang unik itu tumbuh, terus tumbuh dan tak tergantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar