Minggu, 16 September 2007

Warisan mata dan mulut


Alangkah beruntungnya saya mewarisi mata yang mirip dengan mata mama (ibu kandung saya). Karena saya juga memilikinya sepasang, saya tahu persis kapan beliau sedih, gembira, dan marah. Lewat sorotan matanya mama sudah cukup berbicara banyak. Alangkah beruntungnya saya mewarisi lesungan senyum semirip yang ada pada papa (ayah kandung saya). Dengan begitu saya tahu persis ekspresinya saat sedih, gembira dan marah. Segala puji bagi Allah yang memberi saya karunia sedemikian bagusnya. Masalahnya, acap kali saya yang sombong lupa bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki maksud dan tujuan. Sudah selayaknya ketika beliau berdua terlihat sedih saya menghiburnya, ketika mereka bergembira saya ikut tersenyum, dan ketika marah saya tidak menambah beban keduanya. Hal-hal seperti itu kadang terlupa oleh saya, atau bahkan saya merasa tidak perlu mengingatnya. (Aku yang menyayangi mama-papa sedalam-dalamnya)

Tidak ada komentar: